RADEN SUTAWIJAYA
Dari ayah, R. Sutawijaya adalah cucu dari KRAD Cokro Wedono Bupati Banyumas II yang menurunkan Raden Mas Cokro Atmojo dan kawin dengan RA Bojati.
Dari Ibu R. Sutawijaya cucu Paku Buwono yang menurunkan KGPA Mangkubumi dan menurunkan Raden Ajeng Bojati selanjutnya menurunkan Sutawijaya.
Raden Sutawijaya dapat istri anak Bupati Pasuruan yang dari kecil ikut kakeknya Panembahan Heru Cokro di Pancamanis Nusakambangan yang termasuk Guru Utama Raden Sutawijaya.
Setelah menikah Raden Sutawijaya diberi kekuasaan wilayah Kadipaten Merden yang lama kosong tidak ada pemerintahan kecuali setingkat kelurahan.
Raden Sutawijaya mulai membangun Merden dengan perencanaan yang cukup matang dari Tata Kota, ekonomi dan pemerintahan.
Dijantung Pemerintahan jalan dibuat 4 (empat) persimpangan, (Ke selatan menuju Gombong, Ke utara menuju Banjarnegara, ke Barat menuju Banyumas, Wirasaba, ke Timur menuju Kademangan Tampomas).
Di bidang industri Raden Sutawijaya mengundang ahli pande besi untuk membuka usaha di Merden. Pasar pun dibangun sebagai pusat perdagangan untuk wilayah kademangan Merden dan sekitarnya yang terkenal dengan Pasar Setu.
Dan juga mengundang para ahli Bathik dari Banyumas yang sengaja didatangkan oleh ayahandanya RM. Cokro Atmojo dari Banyumas, serta ahli pembuat alat dapur yang dibuat dari tanah liat (kundi) dan kerajinan dari bambu. Sisa-sisa kegiatan tersebut sampai sekarang masih ada.
Wilayah kademangan Merden adalah bekas kadipaten, saat itu sebelah barat Purworejo Klampok, sebelah utara dibatasi Sungai Serayu, sebelah selatan dibatasi Pegunungan Kendeng yang memisahkan Banjarnegara dan Kebumen, sebelah timur sampai Gunung Tampomas.
Ditengah-tengah wilayahnya terdapat sungai Sapi yang mengalir jernih, ikannya banyak dan sangat disukai para pejabat saat itu. Sungai Sapi dijadikan sebagai mata pencaharian serta kegiatan MCK dll.
Sebelah selatan sungai Sapi merupakan daerah pegunungan yang banyak menyimpan sumber daya alam antara lain : Batu Marmer, Feldspaar/Kreas pasir putih, Asbes, Lempung (bahan campuran semen) dll.
Sebelah utara Sungai Sapi dibagian tepi merupakan tanah kering, perumahan penduduk. Sebelah utaranya lagi sampai sungai serayu tanah persawahan dan pertanian lainnya.
Masyarakatnya hidup damai, semangat gotong-royong dan kebersamaannya sangat tinggi, dengan cara hidup yang sederhana, taat pada aturan pemerintah, agama dan tradisi-tradisi lainnya.
Pada saat kademangan mengalami kemajuan dalam pembangunan, pemerintahan, sektor ekonomi dan sosial budaya lainnya, orang-orang luar pun banyak yang datang untuk tinggal sementara karena urusan perdagangan atau sengaja menetap di Merden, sehingga kademangan Merden semakin hari semakin ramai.
Ditengah-tengah ketenangan dan kedamaian suasana alam pedesaan dibawah kepemimpinan Demang Sutawijaya tiba-tiba masyarakat dikejutkan oleh informasi bahwa Raden Sutawijaya harus pergi meninggalkan Kademangan Merden untuk magang patih di Keraton Surakarta. Dan sebagai penggantinya ditunjuk Ki Ageng Suta dengan catatan perjanjian kalau Raden Sutawijaya berhasil, kademangan diteruskan oleh Ki Ageng Suta, tapi kalau gagal dalam magang patih tersebut maka jabatan Kademangan dipegang kembali oleh Raden Sutawijaya.
Anak Sutawijaya
Anak Raden Sutawijaya adalah :
1. Dayun Sentradrana : di Banjar
2. Mentradana : Merden
3. Jiwa Yuda : Merden
4. Nyai Jiwa Menggala : Gumelem
5. Nyai Angga Menggala : Gumelem
6. Wira Seca : Batur
Anak yang pertama Dayun Senradrana dipondokan di Kudus Jawa Timur, anak yang ketiga R. Jiwayuda dibawa kakeknya Panembahan Heru Cokro ke Panca Manis di Nusakambangan untuk digembleng secara pribadi oleh sang panembahan. Adik-adiknya yang lain menemani ibunya tetap di Merden.